Selasa, 12 Februari 2013

I. Pendahuluan

Manusia sebagai makhluk sosial selalu berinteraksi dengan sesama manusia. Ketika berinteraksi dengan sesama manusia, selalu diwarnai dua hal, yaitu konflik dan kerjasama. Dengan demikian konflik merupakan bagian dari kehidupan manusia.
Konflik biasanya diberi pengertian sebagai satu bentuk perbedaan atau pertentangan ide, pendapat, faham dan kepentingan di antara dua pihak atau lebih. Pertentangan ini bisa berbentuk pertentangan fisik dan non-fisik, yang pada umumnya berkembang dari pertentangan non-fisik menjadi benturan fisik, yang bisa berkadar tinggi dalam bentuk kekerasan (violent), bisa juga berkadar rendah yang tidak menggunakan kekerasan (non-violent).

Fenomena ini termasuk dalam kategori konflik, walaupun tidak mengarah kepada pertentangan fisik. Konflik juga dimaknai sebagai suatu proses yang mulai bila satu pihak merasakan bahwa pihak lain telah mempengaruhi secara negatif, atau akan segera mempengaruhi secara negatif, sesuatu yang diperhatikan oleh pihak pertama. Suatu ketidakcocokan belum bisa dikatakan sebagai suatu konflik bilamana salah satu pihak tidak memahami adanya ketidakcocokan tersebut.

Konflik yang terjadi pada manusia bersumber pada berbagai macam sebab. Begitu beragamnya sumber konflik yang terjadi antar manusia, sehingga sulit untuk dideskripsikan secara jelas dan terperinci sumber dari konflik. Hal ini dikarenakan sesuatu yang seharusnya bisa menjadi sumber konflik, tetapi pada kelompok manusia tertentu ternyata tidak menjadi sumber konflik, demikian halnya sebaliknya. Kadang sesuatu yang sifatnya sepele bisa menjadi sumber konflik antara manusia. Konflik dilatarbelakangi oleh perbedaan ciri-ciri yang dibawa individu dalam suatu interaksi. Perbedaan-perbedaan tersebut diantaranya adalah menyangkut ciri fisik, kepandaian, pengetahuan, adat istiadat, keyakinan, dan lain sebagainya.



II. Konflik Sosial Di Indonesia

Dampak dari era demokrasi yang menjurus kepada tuntunan sebuah kebebasan yang berlebihan tanpa dimbangi atau diringi dengan pengetahuan tentang prinsip demokrasi yang memadai. Sehingga menimbulkan perbedaan- perbedaan pendapat dikalangan masyarakat luas dan sering berkembang menjadi ketegangan antar kelompok yang ada dalam masyarakat.

Ketegangan yang timbul tersebut dapat digolongkan sebagai sumber potensi konflik sosial yang terjadi di kalangan masyarakat. Sumber potensi konflik sosial tersebut umumnya merupakan dampak yang tidak dapat terelakkan dari perkembangan pembangunan nasional diberbagai bidang atau pun dampak dari derasnya pengaruh era globalisasi yang semakin kuat.

Dari pengamatan empiris dilapangan, konflik sosial sering terjadi yang dibarengi dengan masih menggeloranya era reformasi yang dampaknya tentu akan mengganggu ketentraman dan kedamaian. Selain itu, juga memberi dampak terhadap keutuhan akan persatuan dan kesatuan bangsa dalam wadah Negara Kesatuan Republik Indonesia.


Contoh kongkrit konflik sosial yang terjadi di Indonesia, di beberapa tahun terakhir ini, yaitu:

1.   Konflik sosial yang bernuansa saparatisme: konflik sosial di Nangroe Aceh Darussalam, Maluku, dan Papua;
2.   Konflik sosial yang bernuansa etnis: konflik di Kalimantan Barat, Kalimantan Tengah dan Ambon;
3.   Konflik sosial bernuansa idiologis: isu faham komunis, faham radikal;
4.   Konflik sosial bernuansa politis: konflik akibat isu kecurangan Pilkada, isu pemekaran wilayah di beberapa wilayah yang berakibat penyerangan dan pengerusakan;
5.   Konflik sosial bernuansa ekonomi: konflik antar kelompok nelayan di selat Madura, antar kelompok preman, antar kelompok pengemudi, antar kelompok pedagang;
6.   Konflik sosial lainnya: konflik antar anak sekolah, mahasiswa;
7.   Konflik bernuansa solidaritas liar: tawuran antar wilayah, antar supporter sepak bola;
8.   Konflik sosial isu agama atau aliran kepercayaan: isu berkaitan dengan aliran Achmaddiyah, isu aliran sesat;
9.   Konflik isu kebijakan pemerintah: Bahan Bakar Minyak (BBM), Bantuan Operasional Sekolah (BOS), Liquefied Petroleum Gas (LPG).


Pemicu konflik sosial adalah peristiwa, kejadian atau tindakan yang dapat memicu sumber konflik sosial terwujud. Sehingga pada umumnya potensi konflik sosial yang ada di lokasi kejadian dapat diselesaikan dengan cepat tanpa menimbulkan dampak yang lebih luas.

Namun, sebaliknya apabila di lokasi kejadian telah terjadi ketegangan yang mengendap cukup lama, maka akan cepat meluas dan akan sulit untuk diatasi dengan cepat. Oleh karenanya, pemicu timbulnya konflik sosial dapat berupa peristiwa gangguan keamanan yang sifatnya kecil atau sederhana apabila telah mengendap ketegangan yang cukup lama, maka akan dapat dimanfaatkan oleh provokator untuk memecah adanya konflik sosial.

Sebagai contoh kajian terhadap konflik-konflik sosial besar yang telah terjadi di Indonesia dan sangat bervariatif adalah:

1. Pemicu konflik sosial di Poso dan Maluku yang berkepanjangan sampai beberapa tahun yang diawali oleh sebuah perkelahian seorang pemuda dengan seorang pemuda agama lain yang tinggal tidak berjauhan;

2. Konflik masal yang terjadi di wilayah Nusa Tenggara Barat, Jawa Tengah dan beberapa wilayah lainnya yang diawali dengan peristiwa pemuda yang berkunjung ke rumah pacarnya di wilayah tetangga;

3. Selain itu, juga beberapa konflik di Papua yang diawali dengan peristiwa tindakan keras dari seorang oknum aparat terhadap masyarakatnya;

4. Pemicu konflik sosial isu Pilkada, yaitu isu pemekaran wilayah dibeberapa wilayah sering berawal dari tindakan petugas lapangan yang kurang professional;

5. Konflik bernuansa ekonomi antara kelompok pengemudi taxi sering di awali dari saling berebut penumpang; dan masih banyak lagi.


Oleh karenanya dalam rangka menata upaya penanganan dan pemeliharaan kedamaian pasca konflik sosial di Indonesia, perlu adanya kajian terhadap situasi dan peristiwa konflik yang telah tejadi baik perkembangan konfliknya maupun penanganan kasusnya. Kajian tersebut sangat diperlukan guna mendapatkan masukan berupa solusi untuk dapat menangani kasus-kasus konflik yang telah terjadi dan sampai sekarang yang belum ada penyelesaiannya.



III. Peran Empat Pilar Kehidupan Berbangsa dan Bernegara Dalam Penanganan Konflik Sosial

Setiap warga negara tentu tidak menghendaki berbagai konflik sosial yang berdimensi kekerasan, yang akan menjadi pemicu bagi timbulnya kerusakan sosial, perpecahan bangsa, dan disintegrasi nasional. Apabila tidak diciptakan suatu wadah atau lembaga dan mekanisme baru yang mampu menampung, memfasilitasi, serta mencari modus operandi untuk menengahi berbagai kepentingan sosial politik yang terus berkembang.

Oleh karenanya, dampak berbagai eskalasi kerusuhan dan konflik sosial yang ada akan mengalami akumulasi yang sulit untuk dikendalikan dan dihentikan. Masyarakat harus mampu dididik dan diyakinkan secara berkesinambungan agar mampu menyadari tanpa melalui paksaan, bahwa tindakan kekerasan, konflik bersenjata, kerusuhan, dan perpecahan, tidak akan menguntungkan siapapun.

Sehingga secara umum, harapan masyarakat sejahtera, adil, dan makmur dapat terwujud apabila dibarengi dengan pemahaman dan implementasi terhadap nilai-nilai yang terkandung dalam “empat pilar” kehidupan berbangsa dan bernegara. “Empat pilar” kehidupan berbangsa dan bernegara yang menjadi landasan dalam membangun bangsa Indonesia saat ini dan masa yang akan datang adalah Pancasila, Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI), dan Bhinneka Tunggal Ika.

Empat hal mendasar tersebut adalah nilai-nilai dasar yang ada dalam sila-sila Pancasila yang tercantum dalam pembukaan Undang Undang Dasar Tahun 1945. Empat hal fundamental itu pulalah yang mampu mempersatukan bangsa Indonesia dalam menghadapi berbagai tantangan dan dinamika kehidupan berbangsa dan bernegara.

Dengan demikian, upaya menumbuhkan kesadaran, pemahaman, dan implementasi dalam melaksanakan nilai-nilai “empat pilar” kehidupan berbangsa dan bernegara tersebut bukanlah tanggung jawab satu pihak saja, melainkan tanggung jawab kita bersama. Tugas memasyarakatkan “empat pilar” kehidupan berbangsa dan bernegara bukan pula hal yang sederhana, akan tetapi membutuhkan dukungan dan teladan dari berbagai komponen bangsa terutama para penyelenggara negara.

Seperti yang telah diamanatkan dalam Undang-Undang Nomor 27 tahun 2009 tentang MPR, DPR, DPD dan DPRD pasal 15 ayat 1 huruf e, Majelis Permusyawaratan Rakyat memiliki tugas mengkoordinasikan anggota MPR untuk memasyarakatkan Undang-Undang Dasar. Oleh karenanya, berbagai wacana baik dari unsur pemerintahan maupun organisasi politik dan kemasyarakatan, mulai mengungkap bahwa dalam kehidupan berbangsa dan bernegara terdapat kesepakatan yang disebut sebagai “empat pilar” kehidupan berbangsa dan bernegara.

1. Pancasila
Diterimanya pancasila sebagai dasar negara dan ideologi nasional membawa konsekuensi logis bahwa nilai-nilai pancasila dijadikan landasan pokok, landasan fundamental bagi penyelenggaraan negara Indonesia. Pancasila berisi lima sila yang pada hakikatnya berisi lima nilai dasar yang fundamental. Nilai- nilai dasar dari pancasila tersebut adalah nilai Ketuhanan Yang Maha Esa, Nilai Kemanusiaan Yang Adil dan Beradab, nilai Persatuan Indonesia, nilai Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalan permusyawaratan/perwakilan, dan nilai Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.

Pancasila sebagai ideologi dan falsafah negara benar-benar harus diwujudkan secara nyata dalam kehidupan sehari-hari. Sehubungan dengan hal tersebut semangat dan nilai-nilai Pancasila, seperti saat dilahirkan melalui pidato mantan Presiden Soekarno, harus diangkat kembali, nilai-nilai Pancasila sudah barang tentu melekat dalam segala sendi kehidupan yang telah diatur dalam UUD NRI Tahun 1945. Pelaksanaan UUD NRI Tahun 1945 harus dibarengi dengan pengembangan nilai-nilai Pancasila agar keragaman bangsa dapat dijabarkan sesuai dengan prinsip Bhinneka Tunggal Ika.

2. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945
UUD NRI Tahun 1945 sebagai konstitusi negara memiliki kedudukan dan peranan yang penting, bahkan dapat dikatakan “tidak ada negara tanpa konstitusi, atau tanpa konstitusi negara tidak pernah lahir”. Terkait dengan peran penting sebuah konstitusi bagi negara maka UUD 1945 mempunyai kedudukan yang penting karena secara konsepsional memuat pandangan- pandangan filosofis, yuridis, sosiologis dan politis tokoh-tokoh bangsa yang telah disepakati dan diidealkan untuk melandasi pengelolaan kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.

Begitu pentingnya konstitusi bagi kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara, maka diperlukan suatu upaya pemasyarakatan kesadaran berkonstitusi. Sejalan dengan semangat cinta konstitusi dan memasyarakatkan UUD NRI Tahun 1945, maka pada tanggal 18 Agustus 2008 yang lalu, telah dicanangkan tanggal 18 Agustus sebagai hari konstitusi Indonesia. Upaya menumbuhkan kesadaran berkonstitusi harus mampu menumbuhkan keakraban masyarakat terhadap konstitusinya. Masyarakat tidak boleh dibiarkan asing dengan konstitusinya.

3. Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI)
Kita tentunya sudah tahu bahwa syarat berdirinya sebuah negara ada empat, yaitu memiliki wilayah, memiliki penduduk, memiliki pemerintahan dan adanya pengakuan dari negara lain. Dan karena memenuhi empat syarat itulah kemudian Negara Indonesia lahir dengan nama Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).

NKRI lahir dari pengorbanan jutaan jiwa dan raga para pejuang bangsa yang bertekad mempertahankan keutuhan bangsa. Sebab itu, NKRI adalah prinsip pokok, hukum, dan harga mati. NKRI hanya dapat dipertahankan apabila pemerintahan adil, tegas, dan berwibawa. Dengan pemerintahan yang adil, tegas, dan berwibawalah masalah dan konflik-konflik sosial yang ada di Indonesia dapat diselesaikan. “Demi NKRI, apa pun akan kita lakukan. NKRI adalah hal pokok yang harus kita pertahankan.

4. Bhinneka Tunggal Ika
Bhinneka Tunggal Ika adalah motto atau semboyan Indonesia. Frasa ini berasal dari bahasa Jawa Kuna dan seringkali diterjemahkan dengan kalimat “Berbeda- beda tetapi tetap satu”. Artinya, walapun bangsa Indonesia mempunyai latar belakang yang berbeda baik dari suku, agama, dan bangsa tetapi adalah bangsa Indonesia.

Semangat Bhinneka Tunggal Ika mengajarkan bangsa kita untuk mengakui keberagaman sebagai sebuah kekayaan bangsa, mengajarkan bangsa kita untuk memahami perbedaan kultur, agama, politik, ideologyǡ dan lain-lain. Bhinneka Tunggal Ika juga mengajarkan adanya toleransi dan tolong menolong, gotong royong antar umat beragama.




Demikianlah “empat pilar” kehidupan berbangsa dan bernegara yang semestinya harus kita jaga, pahami, hayati, dan laksanakan dalam pranata kehidupan sehari-hari, dimana Pancasila yang menjadi sumber nilai menjadi ideologi, UUD NRI Tahun 1945 sebagai aturan yang semestinya ditaati, dan NKRI adalah harga mati, serta Bhinneka Tunggal Ika adalah perekat semua rakyat. Maka dalam bingkai “empat pilar” tersebut yakinlah tujuan yang dicita-citakan bangsa ini akan terwujud.




IV. Penutup

Pemahaman dan implementasi nilai-nilai yang terkandung dalam “empat pilar” kehidupan berbangsa dan bernegara inilah yang menjadi pengokoh tetap tegaknya Negara Kesatuan Republik Indonesia. Empat pilar inilah yang akan memandu perjalanan bangsa Indonesia dalam masa kini maupun di masa yang akan datang, karena dalam “empat pilar” itulah sesungguhnya diharapkan konflik- konflik sosial yang telah terjadi di Indonesia tidak bergejolak kembali.

Dengan pemahaman, peneladanan, dan implementasi nilai-nilai “empat pilar” kehidupan berbangsa dan bernegara oleh seluruh komponen bangsa, diharapkan komitmen kebangsaan yang kuat akan terwujud, sehingga kita mampu memanfaatkan setiap peluang dan mengatasi tantangan yang bersifat nasional maupun global yang dapat memicu tumbuhnya konflik-konflik sosial di masa-masa yang akan datang.

Oleh karenanya, pemahaman, peneladan, dan implementasi yang baik tentang nilai-nilai “empat pilar” ini, diharapkan seluruh komponen bangsa dan negara dalam berkehidupan berbangsa dan bernegara akan mengacu kepada nilai dasar Pancasila, hukum dasar UUD NRI Tahun 1945, menjaga keutuhan NKRI, serta ke-bhinnekatunggalika-an, sehingga setiap kebijakan baik di pusat maupun di daerah akan mempunyai cita-cita ideal yang sama untuk mensejahterakan seluruh rakyat Indonesia.


----------------------------------------------------------------------

Stefanus Andre
07.02.0064